Istimewa

Mengingat yang Silam, Menggurat yang Menjelang

Kisah Para Ibu yang Ditinggal Para Lelaki karena Vokal Menyuarakan Keadilan..

Setiap tanggal 22, hari Ibu dibicarakan orang dengan sukacita. Pelbagai pengharagaan dan puja-puji terhadap Ibu diberikan orang. Menjadi Ibu amatlah berat, terutama bagi Ibu-ibu yang berjuang mengikis dendam dan amarah pada negara yang telah memisahkan mereka dengan anak/suami yang mereka cintai.

kutundukkan kepalaku

kepadamu ibu-bu

hukum yang bisu

telah merampas hak anakmu..

…kepada penindas

tak pernah aku membungkuk

aku selalu tegak

(Tujuan Kita Satu Ibu, 1997) Baca lebih lanjut

Istimewa

Pada Sebuah Kenangan Jawa Pos, Bonek dan Persebaya

jawapos

Selama setahun kurang jadi wartawan di Jawa Pos, mungkin ini liputan yang paling saya senangi. Hasil liputan itu akan saya papar di sini, karena kesulitan rekan mencarinya. Cerita dibalik layarnya, selama empat hari saya diberi keluluasaan meninggalkan beban berita-berita harian yang kadang menjemukan. Tapi bukan berarti saya bisa berleha-leha. Pekerjaan malah semakin berat.

Tapi itulah asyiknya. Selama empat malam suntuk saya bertungkus lumus dengan data. Informasi yang dikeruk dari arsip dan buku-buku lawas. Bolak-balik membukan lembaran kertas yang usang, kusam dan berdebu. Tapi itulah asyiknya. Proses yang rumit, sulit dan memakan waktu membuat kita banyak belajar. Baca lebih lanjut

Istimewa

Jangan (Terlalu) Percaya Media Massa

Sore tadi saat melipir ke toko buku. Saya sempat membaca buku terbaru kumpulan esai Seno Gumira Ajidarma berjudul “Tak Ada Ojek di Paris,” Sepintas saya tertarik dengan esai yang tercantum diakhir buku. Esai itu berjudul “Jangan (Terlalu) Percaya Media Massa” esai ini terbit di Majalah Matra 2002 silam. Saya senang membacanya mengingat esai ini lahir saat kebebasan Pers baru berumur empat tahun pasca reformasi. Sekelumit konflik mulai dari Aceh, Timor Leste hingga Ambon sedang ramai-ramainya. Selamat membaca!

****************************

Percayalah, pengelola media sama bodohnya dengan kita. Kalau media massa tidak bisa dipercaya, lantas siapa yang bisa dipercaya? Barangkali tidak ada—dan inilah celakanyha hidup di dunia yang terbentuk oleh makna, karena dalam proses pembermaknaan
berlangsunglah pertarungan antar makna untuk menggapai kuasa. Sedangkan kuasa atas makna tak lebih dan tak kurang adalah suatu kibul.

Makna memang begitu pluralnya sehingga tiada satu pun kuasa atas makna bisa diterima sebagai penafsiran absolut. Orde baru sudah membuktikan, bagaimana kekuasaan atas makna adalah mungkin: mulai dari penafsiran atas Pancasila, Peristiwa G 30 S, pencaplokan Timor Timur, istilah-istilah seperti kritik membangun, stabilitas, sampai bebas bertanggungjawab, makanya tidaklah bebas tafsir. Semua itu ada “juklak”-nya, akronim menyebalkan dari petunjuk pelaksanaan. Prosedur yang sudah berlangsung puluhan tahun itu, sebagai kebiasaan yang diajarkan Orde Lama, sangat berperan dalam proses internalisasi: kondisi itu diterima sebagai kodrat.

Apakah dengan begitu reformasi telah membebaskan belenggu makna? Tentu saja tidak, karena hegemoni makna sebetulnya juga merupakan konstruksi bersama. Baca lebih lanjut

Istimewa

Berbagi Tiga Seri Cerita Nelangsa Pengungsi Rohingya

Kamp Birem Bayeun, Aceh Timur (9)

Bagi saya ini adalah feature panjang pertama saya bekerja sebagai jurnalis di Jawa Pos. Proses editing adalah proses yang kadang jurnalis benci. Ada pemotongan alur cerita, plot, momentum dan suasana yang terkadang akan menyesakan dada. Tapi ya apa mau dikata, terima secara legowo saja lah..

Saya sebenarnya ingin berbagi banyak cerita bagaimana saya menyusun tiga seri tulisan ini. Ada proses dan bagan yang lebih semerawut namun asyik itu diruntut. Hari ke hari. tokoh ke tokoh.  Dalam tulisan terpisah saya berjanji akan melakukannya.

Sebagai jalan pembuka untuk sharing penulisan kisah Rohingya ini, alangkah baiknya anda membaca tiga seri tulisan saya yang semuanya murni tanpa editing dari redaktur.  Jika anda mencermati, anda akan menemukan banyak hal, diantaranya adalah gaya-gaya penulis top yang memang saya coba eksperimen di tiga tulisan ini. Selamat membaca! Baca lebih lanjut

Istimewa

Risma dan Masalahnya yang Tak Pernah Selesai

Pahlawan terkadang lahir dari keputusasaan. Saat kondisi dimana harapan adanya perubahan dan kedamaian lenyap tak tersisa. Kisah heroik sebenarnya tak muncul di komik atau legenda yang diceritakan dari mulut ke mulut saja.

Kisah Walikota Surabaya, Tri Rismaharini mempunyai alur dan plot yang serupa. Sebuah alur yang berbelit-belit yang kadang sulit dan rumit menentukan siapa penjahat, siapa pahlawan.

Hubungan Politik Risma yang Berbelit

Risma lahir dari syak wasangka masyarakat Surabaya yang tak percaya kinerja pemerintahan Kota. Pilwalkot Surabaya 2010 yang melahirkan Risma jadi Walikota tercatat jadi Pilkada dengan angka golput tertinggi di Indonesia, mencapai 58%.

Pada Pilwalkot itu, pasangan Risma-Bambang dapat suara 38%. Jika dikalkulasikan keseluruhan 100% DPT pemilih, sebenarnya Risma hanya meraup 19% suara saja. Wajar jika kemenangan Risma terasa biasa. Koran nasional yang berbasis di Surabaya sekelas Jawa Pos dan ditengarai mem-backup Risma selama masa kampanye pun enggan menjadikan berita kemenangan ini masuk di halaman depan. Baca lebih lanjut

Istimewa

Mas Hinca dan Mafia Pengaturan Skor yang Katanya “Non-Indonesia”

Saat ini saya sedang melahap buku Declan Hill yang berjudul “The Fix: Organized Crime and Soccer” Declan-lah sosok yang membuat saya ingin kembali terjun sebagai wartawan sepakbola. Declan adalah wartawan investigator yang dikenal ahli dalam soal match fixing di dunia olahraga. Dia kerap diundang sebagai pembicara dan konsultan klub, federasi maupun pengelola liga.

Dalam buku The Fix yang dia tulis, Declan banyak membahas bagaimana alur match fixing itu terjadi. Dalam investigasi yang dilakukannya selama bertahun-tahun itu, Declan seringkali bolak-balik ke Asia. Kenapa Asia? Maklum di sana lah para pengatur skor itu bermukim. Dan tak tanggung-tanggung dari Asia pula, pertandingan liga-liga eropa, liga Champions atau bahkan Piala Dunia bisa di atur.

Barusan saya mendengar Tuan Hinca Panjaitan berujar bahwa match fixing yang mengatur persepakbolaan Indonesia berasal dari negara-negara asing. Benarkah itu? Bisa jadi, bisa tidak. Baca lebih lanjut

Istimewa

Buku “Persib Undercover” dan Plagiarisme Penerbit Rak Buku

 saya

Hidup Kami, Matilah kau Plagiator –Pidi Baiq

Pada suatu hari di bulan Oktober 2012, ketua Viking Heru Joko mempertemukan saya dengan Tata dan Ardi, pasangan suami istri yang mengelola penerbitan Rak Buku. Pertemuan itu dilakukan di toko Viking di Jalan Banda. Ada hasrat dari mereka untuk membuat sebuah buku yang berkaitan dengan “Viking” – sebuah buku yang bercerita tentang kehidupan suporter, bukan cerita tentang klub – hal ini dilakukan dalam rangka meniru kesuksesan Fajarjun (rekan saya juga) yang membuat buku berjudul “Bonek”.

Di depan Heru Joko, kepada Tata dan Ardi, saya mengajukan beberapa usulan yang masih dalam ide abstrak, namun menjurus ke hal berbau suporter (sesuai keinginan mereka), mulai dari loyalitas bobotoh di daerah, cerita saat awayday, dll. Oh ya, sebagai rencana awal, buku ini akan diterbitkan bulan Maret 2013, mengangkat momen tahun emas 80 ulang tahun Persib.

Pada masa-masa ini, pihak penerbit membebaskan saya membuat konsep dan kerangka tulisan, karena bingung dan banyak aktifitas lain (dan kebetulan saya sedang sibuk mengurusi Pilgub Jabar) maka saya sedikit mengabaikan rencana ini.

Untuk diketahui, sebelum itu, Viking memang sudah berencana membuat buku yang mengisahkan perjuangan dan pengalaman sebagai pendukung Persib. Hanya saja konsepnya sayembara menulis. Jadi siapa saja boleh ikut mengirimkan tulisannya. Saat itu, salah satu yang mengonsep, adalah Zen RS. Bukti bahwa konsep buku tentang suporter Persib, dengan aspek-aspek keunikan dan menonjolkan aspek humanis itu bisa dilihat di bawah ini (email bertanggal 9 September 2012).

Sampai pada sekitar awal bulan November 2012, saya bertemu kembali dengan Rak Buku di Café Ngopi Doeloe, Jalan Teuku Umar, Bandung. Seperti biasa saya hadir bersama Heru Joko.

Sadar bahwa dalam penggarapan buku ini saya tak bisa berjalan sendirian. Maka saya mengajak Kiki Esa Perdana, rekan saya yang punya spesifikasi dengan antropologi. Sebagai dosen merangkap bobotoh, saya tentu senang bekerja sama dengannya. Mengingat buku ini akan menghabiskan banyak riset, wawancara dan akomodasi yang cukup besar mengingat harus berkeliling ke seluruh pelosok Jabar. Baca lebih lanjut

Istimewa

Ir Soeratin Undercover (Bagian 1) – Soeratin dan Sepenggal Episode Masa Revolusi

Sahro masih ingat beberapa bagian dari peristiwa pemakaman itu.Dari jarak 50 meter, dengan peluh di badan dan cangkul di bahu, ia menyaksikan prosesi pemakaman seseorang yang dilihatnya sendiri, pemakaman seorang tokoh penting dalam sejarah sepakbola Indonesia: Ir. Soeratin.

Tidak mudah mencari informasi tentang pemakaman seorang tokoh di masa lalu yang saat meninggalnya pada 1959 sudah kadung hidup dalam kesepian dan kesunyian. Sama sulitnya mencari tahu bagaimana hari-hari terakhir kehidupan Soeratin yang rudin dan getir. Saya sempat mendengar cerita betapa pendiri PSSI itu hidup dengan kemelaratan yang menyedihkan, sampai-sampai tak mampu lagi membeli obat untuk sakitnya.

Sahro mencoba membongkar lapisan-lapisan ingatannya…

Sahro adalah penggali kubur di Pemakaman Sirnaraga. Usianya kini sudah 91 tahun. Tiga perempat masa hidupnya diabdikan sebagai penggali kubur di sana. Sudah ribuan jenazah yang liang lahatnya dia siapkan.

Bagi penggali kubur sepertinya, kematian seseorang adalah rezeki. Kematian datang, maka pekerjaan pun datang. Selalu begitu dan begitu. Orang-orang mati datang dalam kehidupannya seperti angin lalu. Karena itu pemakaman Soeratin tak begitu membekas dalam benaknya, terutama karena Soeratin mati sebagai orang biasa.Dia tak menyaksikan para pembesar, para petinggi, orang-orang gedongan dan terkenal ada yang datang dalam proses pemakaman Soeratin. Semuanya berlangsung dengan datar, jauh dari hiruk pikuk, dan tanpa tembakan salvo penghormatan.

Dari penggalan ingatan Sahro itu, bisa ditarik kesimpulan betapa Soeratin memang meninggal dalam keadaan yang sunyi, jauh dari gempita penghormatan. Hanya segelintir orang yang ikut memakamkan Semua warga biasa saja. Tak lebih dari belasan.Jumlah pastinya Sahro sudah lupa. Baca lebih lanjut

Istimewa

Dari Sebes Hingga Pogacknik: Menerjemahkan Sosialisme ke dalam Taktik Sepakbola

“Selalu ada pemikiran di balik sebuah tendangan,” kata non-flying Dutchman, Dennis Bergkamp.

Sofistikasi yang disuguhkan Bergkamp ini mencoba meyakinkan siapa pun kalau urusan sepak menyepak si kulit bundar tak melulu soal fisikal, bukan hanya aspek motoric atau semata perihal ilmu gerak. Sepakbola juga merupakan aktivitas kognitif, melibatkan pikiran, dan mengerahkan intelijensia.

Ini tak sesederhana kemampuan mengambil keputusan dalam waktu yang demikian pendek, dalam tempo sepersekian detik. Ini boleh jadi melibatkan sesuatu yang lebih sublim: bagaimana merumuskan sebuah taktik sepakbola yang bukan hanya ampuh dan mematikan, tapi juga mencerminkan ideologi politik? Baca lebih lanjut

Istimewa

Livorno: Benteng Terakhir Komunisme di Italia

Awan hitam pekat membumbung tinggi di langit stadion Armando Pichi, Livorno, 24 April 2014. Suasana gelap tak karuan. Matahari enggan muncul, padahal jam masih menunjukan pukul satu siang.Kala itu Livorno sedang menjamu Lazio. Alam seolah menghendaki bahwa pertandingan ini bukanlah pertandingan sepakbola biasa.

Gelap yang mencekam seolah menggambarkan kebencian Livorno pada Lazio.Begitupun sebaliknya. Ini bukanlah pertandingan antara 11 orang melawan 11 orang di lapangan, ada dua ideologi yang meresap dan selalu identik dengan dua klub ini. Dua ideologi yang sempat saling baku hantam selama perang dunia II: Komunisme versus fasisme.

Tak pernah ada yang memungkiri kefasisan fans Lazio. Mereka selalu membanggakan sejarah kedekatan mereka dengan “El Duce” Benito Mussolini. Kebencian pada komunispun selalu diumbar. Sebagai seorang fans Lazio, saya sering mendengar Ultras Curva Nord menyanyikan lagu berjudul “Avanti Ragazzo di Buda”.

Lagu ini adalah lagu anti komunis yang populer di kalangan kelompok ultra sayap kanan pada tahun 1956. Lirik lagunya berisikan dukungan terhadap perjuangan rakyat Hungaria melawan pemerintahan komunis Hungaria yang didukung Uni Soviet.

Melawan Livorno, sambil mengangkat tangan kanan ala salam fasis, lagu ini didendangkan dengan keras oleh para Laziale. Baca lebih lanjut

Istimewa

AC Milan sebagai “Koperasi Simpan Pinjam”

Siapa raksasa sebenarnya di Italia? Ini debat yang bisa mengeraskan urat leher fans AC Milan dan Juventus. Masing-masing punya kebanggaannya sendiri: Juventus tim dengan trofi Serie-A terbanyak, Milan tim Italia dengan koleksi gelar Eropa yang paling mentereng.

Juventus memang mampu menguasai liga domestik. Hampir 30% kompetisi lokal yang telah berumur lebih dari satu abad mereka rengkuh dengan angkuh. Namun ketika mencoba menaklukan Eropa, mereka selalu gagal.  Sementara “gen penakluk Eropa”, atau DNA dalam klaim Galliani, mengalir deras di urat nadi AC Milan. Tujuh gelar Liga Champions menobatkan mereka jadi perengkuh terbanyak setelah Real Madrid, menegaskan hegemoni Italia di seluruh tanah Eropa.

Catatan khusus bagi Milan, kejayaan mereka di Eropa seringkali diingat sebagai wewangian yang berdampak pada meroketnya gengsi Serie-A. Il Campionato più bello del mondo – Liga paling indah di dunia, begitu puji banyak orang. Kejayaan Milan di akhir dekade 80-an hingga pertengahan era 90-an, menjadi pemantik kenapa Italia didapuk jadi pemilik liga terbaik dunia. Sorotan seantero penduduk bumi pecinta sepakbola tertuju padanya. Bintang-bintang ternama berebutan untuk bermain di Serie-A. Semua itu terjadi saat Milan sedang berjaya.

Dalam soal industrialisasi sepakbola,dunia dan Italia meski berterima kasih kepada AC Milan, bukan pada Juventus atau Liga Inggris. Milan mesti disebut tiap kali mencoba melacak asal-muasal sepakbola bisa menjadi permainan global yang menyihir – terutama – melalui televisi. Baca lebih lanjut

Istimewa

USA = United Soccer Of America

Sepakbola Amerika bangkit dan berkembang karena kebencian. Kebencian yang membuat sepakbola kian populer hingga dinobatkan sebagai olahraga terfavorit kedua di Amerika di bawah basket (dalam konteks rating di televisi).

Tentu saja keraguan masih saja merebak. Bukan sekali dua sepakbola Amerika mendapatkan momentum kebangkitan, seperti saat liga lokal mereka di dekade 1970an diramaikan para megabintang sekelas Pele, Beckenbauer, Cruyyf, dll., hingga kesuksesan yang mengagetkan saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 1994. Toh kultur dan industri sepakbola Amerika tak kunjung menguat.

Inilah agaknya yang membuat keraguan masih tetap membayangi prospek industri sepakbola Amerika. Kareem Abdul-Jabbar, legenda basket NBA, akhir Juni lalu bahkan menulis artikel di majalah TIME dengan judul sinis: Soccer Will Never Be a Slam Dunk in America. Baca lebih lanjut

Istimewa

Gus Dur, Piala Dunia, dan Sengketa Agraria di Karawang

foto-demo-petani-ma-1-130220c

Pada 1982,  saat Piala Dunia sedang digelar di Spanyol, Gus Dur menulis esai berjudul “Piala Dunia dan Land Reform”. 32 tahun kemudian, saat Piala Dunia 2014 sedang digelar, terjadi bentrokan di Karawang disebabkan sengketa agraria.

Perhatian semua pecinta bola kini tertuju pada Brasil. Sementara di tempat yang jauh dari Jakarta, Karawang, ada 1.200 yang sedang menggelar perlawanan karena masa depannya terancam. Para petani Desa Margamulya, Wanasari, Wanakerta, Kecamatan Teluk Jambe Barat, Karawang, tengah melakukan aksi mempertahan lahan garapannya.

Mereka yang hari ini melawan dan menentang penggusuran di Karawang sudah turun temurun menggarap lahannya. Mereka juga taat membayar pajak pada pemerintah. Tapi entah kenapa, Pengadilan Negeri (PN) Karawang, justru memutuskan bahwa 350 hektar tanah itu milik PT. Sumber Air Mas Pratama (PT. SAMP). Baca lebih lanjut

Istimewa

Piala Dunia sebagai Momentum Perlawanan Rakyat Iran

Banyak orang yang kecele menganggap Iran adalah negara konservatif yang tertutup dan terkucilkan dari dunia luar. Itu tentu saja salah besar.  Iran kini adalah negara maju yang berkembang secara pesat baik itu dari sisi teknologi, pendidikan, budaya maupun olahraga.

Angin kebebasan kini telah berhembus kencang ke negara Persia itu. Munculnya sosok pemimpin yang lebih moderat yakni Hassan Rouhani ditengarai jadi penyebab hal itu terjadi.

Sikap Rouhani yang lebih moderat ini tentu saja sebuah anomali, mengingat Rohaeni adalah salah satu orang terdekat dan pengusung Ayatollah Khoemeini dalam revolusi Islam Iran tahun 1979. Berbagai jabatan militer, mulai dari  anggota Dewan Tinggi Pertahanan, komandan Pertahanan Udara hingga wakil komandan Angkatan Bersenjata pernah dia emban. Kesimpulannya, Rouhani adalah loyalis Republik Islam Iran sejati – termasuk kebenciannya terhadap segala hal yang datang dari barat. Baca lebih lanjut

Istimewa

Surat Terbuka Untuk Shei Latiefah dari “Sepp Blatter”

image

Untuk:

Shei Latiefah
Chairperson of Sekarya Sobat Cinta
Indonesia Foundation
@SaveStreetChild

Dear Sheila,

Dengan berat hati surat balasan ini bukan datang dari FIFA, apalagi Sepp Blatter. Mereka sedang sibuk dengan urusan gelegar Piala Dunia – yang bernilai milyaran dollar karena ditonton ratusan juta orang. Karenanya tak mungkin sempat mereka membaca email anda, apalagi membalasnya.Toh Ketika staff FIFA membaca email anda, mungkin dengan segera mereka menghapusnya. Mencampakan hingga mungkin mentertawakan. Ya begitulah tindak-tanduk FIFA terkandang mereka memang menyebalkan.

Surat ini saya balas dalam bahasa Indonesia, bukan bahasa Inggris karena saya orang Indonesia. Dan saya bukan antek-antek dari FIFA, Sepp Blatter atau kronco-kronconya. Baca lebih lanjut

Istimewa

Benarkah Ridwan Kamil Walikota Terbaik Dunia?

Benarkah Ridwan Kamil menjadi walikota terbaik dunia? sebagai warga Bandung tentu saya bangga jika hal tersebut benar-benar terjadi. Namun yang jadi soal, benarkah hal itu terjadi demikian? saya berusaha mencari tentang kebenaran itu.

Pemberian title “Walikota terbaik” biasanya diberikan oleh organisasi “worldmayors.com” dan “citymajors.com” . Kedua situs ini sebenarnya memiliki afiliasi yang sama. Toh dari jajaran staffnya dihuni orang yang itu-itu juga. Untuk mengetahui siapa saja sosok yang dibalik organisasi ini bisa mengunjungi website ini > http://www.worldmayor.com/utilities/about_us.html danhttp://www.citymayors.com/gratis/city_mayors.html

Namun yang jelas, award yang diberikan organisasi inilah yang melambungkan nama Joko Widodo menjadi walikota terbaik ketiga dunia pada tahun 2012 dan Risma Tri Harini didapuk sebagai walikota terbaik dunia pada 2013. Baca lebih lanjut

Istimewa

Kenapa Banyak Pelatih Bagus adalah Mantan Gelandang Bertahan?

Kebiasaan yang berulang akan menghasilkan karakter, dan karakter adalah tipikal yang mudah terbaca.

Dalam sepakbola hal itu bisa terbaca, terutama, dalam konteks pemain yang beralih profesi menjadi pelatih.  Seorang pemain sayap, maka saat menjadi pelatih maka tim yang diasuhnya akan punya tekanan yang khusus pada serangan dari sayap. Begitupun seorang mantan striker maka dia pasti lebih fokus menyoroti taktik dalam konteks serangan, begitupun sebaliknya.

Namun ada teori menarik yang dipaparkan Jordi Cruyff kepada harian Daily Mail. Anak legenda Belanda, Johan Cruyff, menjelaskan bahwa sepanjang sejarahnya pelatih-pelatih terbaik di dunia biasanya adalah mereka yang saat menjadi pemain berperan sebagai defensive midfielder atau gelandang bertahan.

Orang boleh meragukan kapasitas Jordy saat berbicara isu taktik. Tapi ucapan Jordy itu terafirmasi oleh nama-nama pelatih yang dalam 10 atau 20 tahun terakhir ini dianggap punya capaian prestasi tertentu. Lihat saja nama-nama yang pernah membawa anak asuhnya menjuarai Liga Champions: Pep Guardiola, Fabio Capello, Rafael Benitez,  Roberto di Matteo, Vicente del Bosque, dan Frank Rijkard. Mereka semua bermain sebagai gelandang bertahan saat masih menjadi pemain. Baca lebih lanjut

Istimewa

Evolusi Taktik Bertahan (Bagian 1): Verrou dan Kemunculan Zonal Marking

Inovasi taktik berawal di Inggris lewat Herbert Chapman dengan formasi “WM” pada akhir 1920-an. Tapi, setelah itu, Inggris miskin inovasi. Richard Giulianotti dalam buku Football: The Sociology of The Global Game menyebut fase ini sebagai refleksi kemerosotan sepakbola Inggris di mata dunia.

WM memang mewabah ke seluruh dunia dan seringkali “dipribumikan” agar cocok dengan kondisi lokal. Di Eropa Timur, misalnya, secara signifikan dibumbui oleh pemikiran taktis Rusia dengan merotasi seluruh pemain di depan agar lawan kebingungan.Inilah refleksi  ideologi komunis yang menganggap semua pihak setara.

Di Italia dan Spanyol, WM yang dikenal dengan “Il Metodo” dan dikombinasidengan taktik “sistemo”yang sesuai karakter bangsa latin. Imbasnya, ciri khas WM yang mengutamakan keterampilan individu secara estetis dan praktis, tergantikan oleh kombinasi kerja sama antar lini. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 21-30 April

 

On This Day 21 April 2011

Empat Tokoh Ditolak FIFA

21 April 2011, Ketua Komite Normalisasi (KN) Agum Gumelar telah menerima keputusan FIFA terkait pencalonan pemilihan Ketua Umum PSSI. Hasilnya FIFA tetap menolak pencalonan empat calon yang ditolak sebelumnya.

Empat calon Ketum tersebut adalah Nurdin Halid, Nirwan D. Bakrie, George Toisutta dan Arifin Panigoro.

Hal itu dikatakan Agum kepada wartawan dalam press room VIP Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, setelah dia menemuia Sepp Blatter di markas FIFA di Zurich dua hari lalu.’’Saya merasa bersalah tidak berhasil memperjuangkan empat orang ini dan ditolak sama sekali. Lebih berat lagi mereka juga tidak boleh masuk sebagai anggota Komite Eksekutif PSSI,’’ tutur Agum.

Selain itu ia mengatakan, FIFA menyatakan mengakui Komite Banding yang dibentuk dari hasil kongres 14 April di Jakarta. Namun, Komite Pemilihan yang dibentuk pula pada kongres hari itu tidak diakui, karena fungsi itu telah diamanatkan kepada Komite Normalisasi. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 11-20 April

 

On This Day 11 April 1930

Cikal Bakal Terbentuknya PSSI

PA DA 11 April 1930 di Gedung Hande Proyo, Jogjakarta, para tokoh sepak bola nasional berkumpul. Mereka mengadakan rapat untuk menentang NIVB (Federasi Sepak bola Hindia Belanda) yang sewenang-wenang menindas pesepak bola pribumi.

Rapat itu diketuai H A. Hamid dan sekretaris Ir Soeratin serta anggota H Anwar Noto dan M. Daslam Hadiwasito. Acara tersebut membahas sikap yang harus dilakukan kaum pribumi terkait dengan sepak bola.

Rapat itu menghasilkan empat hal yang harus dikerjakan dalam tempo singkat. Yakni, membentuk sebuah organisasi sepakbola bagi kaum pribumi untuk menentang Belanda, membentuk panitia, mengundang seluruh klub sepak bola pribumi untuk datang, serta menyiapkan acara konferensi pembentukan federasi pada 19 April 1930 di Gedung Sositet Hande Priyo, Jogjakarta.

Berkat peran pers pribumi seperti surat kabar Bintang Timur, Bintang Mataram,dan Sediotomo, informasi pembentukan federasi tersebut kian menyebar. Hasilnya, banyak klub-klub pribumi di dalam atau luar Jawa turut serta mengirimkan utusannya saat konferensi. Pada 19 April 1930, PSSI pun berdiri. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 1-10 April

 

On This Day 1 April 1933

Laga Perdana Persib vs Persija di Tegal Lega

RIVALITAS Persib Bandung dan Persija Jakarta memang mengakar sejak dahulu kala. Tepat hari ini, 82 tahun lalu terjadi laga perdana Persib melawan Persija pada 1 April 1933. Saatitu, Persija menggunakan nama VIJ (Voetbal Indonesische Jacatra)

Laga sengit itu diadakan di Bandung sebagai acara pembukaan sport park Tegal Lega. Pembukaan tersebut dihadiri priayi-priyayi, Burgemeester (Wali Kota) Bandung Beertus Coops, dan pejabat lokal yang lain. Kaum priayi dalem Bandung pun turut serta.

MatchPersib versus Persija kali pertama terjadi di turnamen sepak bola antarkota (Interstedelijke Voetbal Wedstrijden). Dalam turnamen segi tiga itu, selain Persib dan Persija, ada klub Mosvia. Pada turnamen tersebut, Persib menekuk Persija dengan skor 2-1. Setelah turnamen, Persib dihadiahi piala Sipatahoenan-beker, sedangkan Persija mendapat piala yang dibuat oleh toko Intan-Bidoeri-beker untuk VIJ. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 21 – 31 Maret

On This Day 21 Maret 1957

Laga Pertama Indonesia versus Tiongkok

Stadion Ikada, Jakarta, 21 Maret 1957. Untuk kali pertama Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka menjalani laga pertandingan sepak bola melawan negara Tiongkok. Jika menelisik sejarah lebih dalam, 14 Mei 1934 di Manila dalam laga bertajuk Far Eastern Games kitapun sempat menantang Tiongkok, sayang pada masa itu tim yang bertarung mengatasnamakan Hindia Belanda bukan Indonesia.

Berhubung laga ini adalah kualifikasi Pra-Piala Dunia maka wasit yang memimpin pertandingan pun didatangkan langsung dari Eropa, tepatnya Cesare Ionni, wasit dari Italia. Dia dibantu oleh dua hakim garis asal Myanmar (dulu Burma). Sebelum laga di mulai wasit memanggil kapten dua tim yang diwakili Saelan dan Chen Fu-lai

Siapa sangka Indonesia mampu tampil trengginas. Tiongkok yang kala itu adalah tim lemah ditekuk dengan skor 2-0, lewat gol yang dicetak Ramang pada menit ke-48 dan 83. Meski laga perdana itu berpihak pada kita, seiring dengan berjalannya waktu kesuksesan dan prestasi tak pernah menyertai kita. Yang ada malah sepak bola Tiongkok semakin terdepan. Puncaknya terjadi pada tahun 2002, saat Tiongkok mampu lolos ke Piala Dunia dan mengubur kita dengan kenangan indah di masa lalu. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 11-20 Maret

On This Day 11 Maret 1990

Tekuk Persebaya, Persib Juara

Gelar juara yang diidamkan Persebaya dan pendukungnya untuk kali kedua secara beruntun gagal diwujudkan. Gelar juara itu disambar Persib Bandung. Tim berjuluk Maung Bandung itu berhak naik podium pertama kompetisi Divisi Utama 1989/1990 setelah menang 2-0 dalam laga di Stadion Utama Senayan, Jakarta, pada 11 Maret 1990.

Gol kemenangan Persib tercipta lewat kesalahan bek Persebaya Subangkit yang melakukan gol bunuh diri saat pertandingan baru berjalan enam menit dan sumbangan Dede Rosadi pada menit ke-59. Persib dan 70.000 pendukungnya yang hadir ke stadion pun bersuka cita dengan kemenangan tersebut.

Sebaliknya, para pemain Persebaya tertunduk lesu. Mimpi mereka untuk meneruskan kemenangan di edisi 1987/1988 tak tercapai. Dan yang paling terpukul dengan kekalahan itu adalah Subangkit. Pemain asal Pasuruan itu merasa bersalah dengan gol bunuh dirinya. ”Sepurane seng akeh (maafkan saya sebesar-besarnya, red),” kata Subangkit kepada Jawa Pos seusai pertandingan. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 1-10 Maret

 

On This Day 1 Maret 1991

Acub Zaenal Pilih Mundur

Tak ada ada angin tak ada hujan, secara mengejutkan Manajer Timnas Indonesia Acub Zaenal memilih mundur. Tepatnya, 1 Maret 1991, mantan Gubernur Irian Jaya (Papua) ini akhirnya disetujui untuk meletakan jabatannya oleh PSSI. Mundurnya Acub tentu mengejutkan, mengingat dia mundur sebelum timnas berlaga di SEA Games 1991 yang digelar di Manila, Filipina. ’’Kami ucapkan terima kasih kepada Pak Acub yang sudah menemani timnas selama setahun penuh,” ucap Sekum PSSI, Nugraha Besoes.

Beredar kabar, Acub mundur lantaran kecewa dengan PSSI yang mengerjai klub yang dia punya di kompetisi Galatama, yakni Arema Malang. Di bulan-bulan itu, PSSI memang sedang galak dan menghukum beberapa pemain serta ofisial Arema karena sebab terlalu kritis mengkritik PSSI.

Baca lebih lanjut