Istimewa

Mengingat yang Silam, Menggurat yang Menjelang

Kisah Para Ibu yang Ditinggal Para Lelaki karena Vokal Menyuarakan Keadilan..

Setiap tanggal 22, hari Ibu dibicarakan orang dengan sukacita. Pelbagai pengharagaan dan puja-puji terhadap Ibu diberikan orang. Menjadi Ibu amatlah berat, terutama bagi Ibu-ibu yang berjuang mengikis dendam dan amarah pada negara yang telah memisahkan mereka dengan anak/suami yang mereka cintai.

kutundukkan kepalaku

kepadamu ibu-bu

hukum yang bisu

telah merampas hak anakmu..

…kepada penindas

tak pernah aku membungkuk

aku selalu tegak

(Tujuan Kita Satu Ibu, 1997) Baca lebih lanjut

Istimewa

Pada Sebuah Kenangan Jawa Pos, Bonek dan Persebaya

jawapos

Selama setahun kurang jadi wartawan di Jawa Pos, mungkin ini liputan yang paling saya senangi. Hasil liputan itu akan saya papar di sini, karena kesulitan rekan mencarinya. Cerita dibalik layarnya, selama empat hari saya diberi keluluasaan meninggalkan beban berita-berita harian yang kadang menjemukan. Tapi bukan berarti saya bisa berleha-leha. Pekerjaan malah semakin berat.

Tapi itulah asyiknya. Selama empat malam suntuk saya bertungkus lumus dengan data. Informasi yang dikeruk dari arsip dan buku-buku lawas. Bolak-balik membukan lembaran kertas yang usang, kusam dan berdebu. Tapi itulah asyiknya. Proses yang rumit, sulit dan memakan waktu membuat kita banyak belajar. Baca lebih lanjut

Istimewa

Jangan (Terlalu) Percaya Media Massa

Sore tadi saat melipir ke toko buku. Saya sempat membaca buku terbaru kumpulan esai Seno Gumira Ajidarma berjudul “Tak Ada Ojek di Paris,” Sepintas saya tertarik dengan esai yang tercantum diakhir buku. Esai itu berjudul “Jangan (Terlalu) Percaya Media Massa” esai ini terbit di Majalah Matra 2002 silam. Saya senang membacanya mengingat esai ini lahir saat kebebasan Pers baru berumur empat tahun pasca reformasi. Sekelumit konflik mulai dari Aceh, Timor Leste hingga Ambon sedang ramai-ramainya. Selamat membaca!

****************************

Percayalah, pengelola media sama bodohnya dengan kita. Kalau media massa tidak bisa dipercaya, lantas siapa yang bisa dipercaya? Barangkali tidak ada—dan inilah celakanyha hidup di dunia yang terbentuk oleh makna, karena dalam proses pembermaknaan
berlangsunglah pertarungan antar makna untuk menggapai kuasa. Sedangkan kuasa atas makna tak lebih dan tak kurang adalah suatu kibul.

Makna memang begitu pluralnya sehingga tiada satu pun kuasa atas makna bisa diterima sebagai penafsiran absolut. Orde baru sudah membuktikan, bagaimana kekuasaan atas makna adalah mungkin: mulai dari penafsiran atas Pancasila, Peristiwa G 30 S, pencaplokan Timor Timur, istilah-istilah seperti kritik membangun, stabilitas, sampai bebas bertanggungjawab, makanya tidaklah bebas tafsir. Semua itu ada “juklak”-nya, akronim menyebalkan dari petunjuk pelaksanaan. Prosedur yang sudah berlangsung puluhan tahun itu, sebagai kebiasaan yang diajarkan Orde Lama, sangat berperan dalam proses internalisasi: kondisi itu diterima sebagai kodrat.

Apakah dengan begitu reformasi telah membebaskan belenggu makna? Tentu saja tidak, karena hegemoni makna sebetulnya juga merupakan konstruksi bersama. Baca lebih lanjut

Istimewa

Berbagi Tiga Seri Cerita Nelangsa Pengungsi Rohingya

Kamp Birem Bayeun, Aceh Timur (9)

Bagi saya ini adalah feature panjang pertama saya bekerja sebagai jurnalis di Jawa Pos. Proses editing adalah proses yang kadang jurnalis benci. Ada pemotongan alur cerita, plot, momentum dan suasana yang terkadang akan menyesakan dada. Tapi ya apa mau dikata, terima secara legowo saja lah..

Saya sebenarnya ingin berbagi banyak cerita bagaimana saya menyusun tiga seri tulisan ini. Ada proses dan bagan yang lebih semerawut namun asyik itu diruntut. Hari ke hari. tokoh ke tokoh.  Dalam tulisan terpisah saya berjanji akan melakukannya.

Sebagai jalan pembuka untuk sharing penulisan kisah Rohingya ini, alangkah baiknya anda membaca tiga seri tulisan saya yang semuanya murni tanpa editing dari redaktur.  Jika anda mencermati, anda akan menemukan banyak hal, diantaranya adalah gaya-gaya penulis top yang memang saya coba eksperimen di tiga tulisan ini. Selamat membaca! Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 21-30 April

 

On This Day 21 April 2011

Empat Tokoh Ditolak FIFA

21 April 2011, Ketua Komite Normalisasi (KN) Agum Gumelar telah menerima keputusan FIFA terkait pencalonan pemilihan Ketua Umum PSSI. Hasilnya FIFA tetap menolak pencalonan empat calon yang ditolak sebelumnya.

Empat calon Ketum tersebut adalah Nurdin Halid, Nirwan D. Bakrie, George Toisutta dan Arifin Panigoro.

Hal itu dikatakan Agum kepada wartawan dalam press room VIP Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, setelah dia menemuia Sepp Blatter di markas FIFA di Zurich dua hari lalu.’’Saya merasa bersalah tidak berhasil memperjuangkan empat orang ini dan ditolak sama sekali. Lebih berat lagi mereka juga tidak boleh masuk sebagai anggota Komite Eksekutif PSSI,’’ tutur Agum.

Selain itu ia mengatakan, FIFA menyatakan mengakui Komite Banding yang dibentuk dari hasil kongres 14 April di Jakarta. Namun, Komite Pemilihan yang dibentuk pula pada kongres hari itu tidak diakui, karena fungsi itu telah diamanatkan kepada Komite Normalisasi. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 11-20 April

 

On This Day 11 April 1930

Cikal Bakal Terbentuknya PSSI

PA DA 11 April 1930 di Gedung Hande Proyo, Jogjakarta, para tokoh sepak bola nasional berkumpul. Mereka mengadakan rapat untuk menentang NIVB (Federasi Sepak bola Hindia Belanda) yang sewenang-wenang menindas pesepak bola pribumi.

Rapat itu diketuai H A. Hamid dan sekretaris Ir Soeratin serta anggota H Anwar Noto dan M. Daslam Hadiwasito. Acara tersebut membahas sikap yang harus dilakukan kaum pribumi terkait dengan sepak bola.

Rapat itu menghasilkan empat hal yang harus dikerjakan dalam tempo singkat. Yakni, membentuk sebuah organisasi sepakbola bagi kaum pribumi untuk menentang Belanda, membentuk panitia, mengundang seluruh klub sepak bola pribumi untuk datang, serta menyiapkan acara konferensi pembentukan federasi pada 19 April 1930 di Gedung Sositet Hande Priyo, Jogjakarta.

Berkat peran pers pribumi seperti surat kabar Bintang Timur, Bintang Mataram,dan Sediotomo, informasi pembentukan federasi tersebut kian menyebar. Hasilnya, banyak klub-klub pribumi di dalam atau luar Jawa turut serta mengirimkan utusannya saat konferensi. Pada 19 April 1930, PSSI pun berdiri. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 1-10 April

 

On This Day 1 April 1933

Laga Perdana Persib vs Persija di Tegal Lega

RIVALITAS Persib Bandung dan Persija Jakarta memang mengakar sejak dahulu kala. Tepat hari ini, 82 tahun lalu terjadi laga perdana Persib melawan Persija pada 1 April 1933. Saatitu, Persija menggunakan nama VIJ (Voetbal Indonesische Jacatra)

Laga sengit itu diadakan di Bandung sebagai acara pembukaan sport park Tegal Lega. Pembukaan tersebut dihadiri priayi-priyayi, Burgemeester (Wali Kota) Bandung Beertus Coops, dan pejabat lokal yang lain. Kaum priayi dalem Bandung pun turut serta.

MatchPersib versus Persija kali pertama terjadi di turnamen sepak bola antarkota (Interstedelijke Voetbal Wedstrijden). Dalam turnamen segi tiga itu, selain Persib dan Persija, ada klub Mosvia. Pada turnamen tersebut, Persib menekuk Persija dengan skor 2-1. Setelah turnamen, Persib dihadiahi piala Sipatahoenan-beker, sedangkan Persija mendapat piala yang dibuat oleh toko Intan-Bidoeri-beker untuk VIJ. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 21 – 31 Maret

On This Day 21 Maret 1957

Laga Pertama Indonesia versus Tiongkok

Stadion Ikada, Jakarta, 21 Maret 1957. Untuk kali pertama Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka menjalani laga pertandingan sepak bola melawan negara Tiongkok. Jika menelisik sejarah lebih dalam, 14 Mei 1934 di Manila dalam laga bertajuk Far Eastern Games kitapun sempat menantang Tiongkok, sayang pada masa itu tim yang bertarung mengatasnamakan Hindia Belanda bukan Indonesia.

Berhubung laga ini adalah kualifikasi Pra-Piala Dunia maka wasit yang memimpin pertandingan pun didatangkan langsung dari Eropa, tepatnya Cesare Ionni, wasit dari Italia. Dia dibantu oleh dua hakim garis asal Myanmar (dulu Burma). Sebelum laga di mulai wasit memanggil kapten dua tim yang diwakili Saelan dan Chen Fu-lai

Siapa sangka Indonesia mampu tampil trengginas. Tiongkok yang kala itu adalah tim lemah ditekuk dengan skor 2-0, lewat gol yang dicetak Ramang pada menit ke-48 dan 83. Meski laga perdana itu berpihak pada kita, seiring dengan berjalannya waktu kesuksesan dan prestasi tak pernah menyertai kita. Yang ada malah sepak bola Tiongkok semakin terdepan. Puncaknya terjadi pada tahun 2002, saat Tiongkok mampu lolos ke Piala Dunia dan mengubur kita dengan kenangan indah di masa lalu. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 11-20 Maret

On This Day 11 Maret 1990

Tekuk Persebaya, Persib Juara

Gelar juara yang diidamkan Persebaya dan pendukungnya untuk kali kedua secara beruntun gagal diwujudkan. Gelar juara itu disambar Persib Bandung. Tim berjuluk Maung Bandung itu berhak naik podium pertama kompetisi Divisi Utama 1989/1990 setelah menang 2-0 dalam laga di Stadion Utama Senayan, Jakarta, pada 11 Maret 1990.

Gol kemenangan Persib tercipta lewat kesalahan bek Persebaya Subangkit yang melakukan gol bunuh diri saat pertandingan baru berjalan enam menit dan sumbangan Dede Rosadi pada menit ke-59. Persib dan 70.000 pendukungnya yang hadir ke stadion pun bersuka cita dengan kemenangan tersebut.

Sebaliknya, para pemain Persebaya tertunduk lesu. Mimpi mereka untuk meneruskan kemenangan di edisi 1987/1988 tak tercapai. Dan yang paling terpukul dengan kekalahan itu adalah Subangkit. Pemain asal Pasuruan itu merasa bersalah dengan gol bunuh dirinya. ”Sepurane seng akeh (maafkan saya sebesar-besarnya, red),” kata Subangkit kepada Jawa Pos seusai pertandingan. Baca lebih lanjut

On This Day Sepakbola Indonesia 1-10 Maret

 

On This Day 1 Maret 1991

Acub Zaenal Pilih Mundur

Tak ada ada angin tak ada hujan, secara mengejutkan Manajer Timnas Indonesia Acub Zaenal memilih mundur. Tepatnya, 1 Maret 1991, mantan Gubernur Irian Jaya (Papua) ini akhirnya disetujui untuk meletakan jabatannya oleh PSSI. Mundurnya Acub tentu mengejutkan, mengingat dia mundur sebelum timnas berlaga di SEA Games 1991 yang digelar di Manila, Filipina. ’’Kami ucapkan terima kasih kepada Pak Acub yang sudah menemani timnas selama setahun penuh,” ucap Sekum PSSI, Nugraha Besoes.

Beredar kabar, Acub mundur lantaran kecewa dengan PSSI yang mengerjai klub yang dia punya di kompetisi Galatama, yakni Arema Malang. Di bulan-bulan itu, PSSI memang sedang galak dan menghukum beberapa pemain serta ofisial Arema karena sebab terlalu kritis mengkritik PSSI.

Baca lebih lanjut