[Revierderby: Schalke – Dortmund] Saling Benci Dua Klub Buruh di Lembah Ruhr

Im stadion cor mir stebt ein BVB schwein – di depan stadionku berdiri babi-babi BVB,” gemuruh suara menggema kompak di Veltins  Arena.

Yel-yel itu memlesetkan lirik lagu penyanyi cantik Uschi Obermaier berjudul Im Wagen for Mir. Oleh fans Schalke, lagu cinta itu diubah menjadi lagu yang mengunggah kebencian. Pada akhir nyanyian, secara padu mereka akan berteriak “Shalalalalalalalala Die Sau!- Babi!”

Seolah tak mau kalah, fans Dortmund pun melakukan hal yang serupa.  Lagu Juliane Werding yang popular dekade 80-an berjudul Am Tag, als Conny Kramer starr – sebuah lagu yang berkisah tentang pecandu narkoba yang mati menggenaskan. Lagu itu diplesetkan dan disematkan pada Schalke.

Judul pun mereka plesetkan jadi Am Tag, Als Der FC Scheisse Starb – Suatu hari ketika FC Tai mati! Lagu ini jadi lagu wajib fans Dortmund saat berkumpul. Entah di stadion, tempat umum atau acara musik sekalipun. Apapun tim yang mereka lawan di Signal Iduna Park, kebencian terhadap Schalke selalu mereka umbar lewat lagu ini.

Schwein adalah Dortmund. Scheisse adalah Schalke. Stigma yang menghiasi persaingan dua kota di tepi sungai Ruhr: Gelsenkirchen dan Dortmund. Dua kota yang hanya berjarak 30 kilometer, setara Depok – Jakarta. Baca lebih lanjut

Uli Hoeness: Kejatuhan Sang Raja Bundesliga

Sepanjang hidupnya Uli Hoeness dikenal sebagai orang yang tegas dan bertangan besi. Mau tak mau ia dituntut untuk seperti itu. Membangun satu dinasti di negara seperti Jerman memang butuh orang yang tak lembek, tak menye-menye, dan tak kenal kompromi. Butuh orang seperti Hoeness.

Tapi malam itu, di sebuah kota kecil 70 km dari Munich, ia mendadak lesu. Raut wajahnya pun teramat kuyu. Kegarangannya seolah lenyap, menguap bersama udara malam Tegesse, kota kediamannya dan istrinya, Susi.

Bagaimana tidak. Malam itu Hoeness, yang dikenal sebagai jiwa dan hatinya Bayern Munchen, ditetapkan sebagai tersangka. Akal bulusnya untuk mengelabui otoritas pajak ternyata ketahuan. Hoeness pun digiring setelah pengadilan menghukumnya 3,5 tahun mendekam di bui. Baca lebih lanjut

Sang Penantang Dominasi di Liga-Liga Eropa Musim Ini

Dalam sepak bola, dominasi adalah hal alami, karena kompetisi memang membuka peluang besar untuk hal itu. Dalam sebuah pertandingan atau kompetisi ada dua pilihan: menang atau kalah. Jadi pemenang atau pecundang. Karenanya, sepak bola tak mengenal win-win solution. Tapi untuk hal yang alami ini, mesti diingat bahwa banyak orang benci dominasi.

Dominasi yang dibenci orang itu bukan hanya dominasi tunggal. Dominasi jamak pun kadang tak disuka. Dominasi bigfour di Inggris. Poros Barcelona-Real Madrid di Spanyol. Kekuatan Bayern Muenchen-Borrusia Dortmund di Jerman. Atau, hegemoni klub-klub Italia utara atas Italia selatan.

Dominasi bareng-bareng ini kadang membuat sepak bola membosankan. Dominasi membuat hasil pertandingan mudah diprediksi dan peraih gelar juara mudah diterka. Pengelompokan kekuatan antara sang kuat dan sang lemah tertanam dalam benak pemain, pelatih, fans atau bahkan media.

Dalam kehidupan sebenarnya, hal itu lazim terjadi. Yang kuat akan mendepak pesaing-pesaing mereka yang lemah. Yang kuat akan mampu bertahan. Baca lebih lanjut

Ikhtiar Mematahkan Dominasi Bayern Muenchen

Dominasi mudah membangkitkan kebencian. Minimal perasaan iri, dengki atau sekadar tak senang.

Dan di Jerman, kebesaran Bayern Muenchen menjadi sasaran kebencian itu. Banyak survey-survey yang menyatakan Bayern memang klub paling di benci di Jerman. Wajar, pemenang memang rentan dibenci oleh mereka yang dikalahkan.

Hegemoni dan kesombongan Bayern dalam urusan raihan gelar memang tak tertandingi. Siapa yang mau berlagak sombong di depan klub dengan raihan 23 kali juara Bundesliga, 16 kali juara DFB Pokal, 5 kali juara Champions Leaque, 1 kali juara UEFA Cup dan Winners Cup serta dua kali menjadi klub terbaik dunia lewat Intercontinental Cup.

Di Jerman, tak ada yang sanggup menandingi Muenchen. Di Jerman, Bayern jadi puncak tonggak kesombongan itu. Baca lebih lanjut

Matahari Terbit di Bundesliga

Bundesliga Jerman memberi banyak kesempatan pada para pemain Jepang untuk tumbuh dan berkembang menjadi pemain berkualitas. Sudah lama memang sepakbola Jerman “menampung” para pemain Asia, tapi belakangan Jepang yang terlihat paling menonjol.

Kedua negara ini belakangan memang menjadi dua kekuatan ekonomi yang menonjol. Di Asia, Jepang sudah lama menjadi kekuatan yang berpengaruh secara ekonomi. Hal sama juga terjadi di Jerman. Saat krisis ekonomi melanda Eropa pada 2008, dan buntutnya masih terasakan sampai sekarang, Jerman relatif yang paling cepat mampu memulihkan dirinya. Baca lebih lanjut