Atletico Madrid: Bandit yang Menyaru jadi Robin Hood

Kisah tentang sang penantang dominasi memang terdengar menarik dan kerap diminati banyak orang. Apalagi jika sang jagoan juga merepresentasikan kaum miskin.

Misalnya saja Atletico Madrid, sang tetangga El Real yang baru saja menasbihkan diri sebagai juara La Liga. Tak punya uang namun bisa menentang kedigdayaan Barcelona dan Real Madrid, tak heran jika kisah mereka mendapat simpati. Bahkan ada yang menyamakan tindak-tanduk mereka dengan Robin Hood, si penjahat pembela kaum miskin yang bermarkas di hutan Sherwood

Jika Robin Hood menantang King John dan Sheriff of Nottingham, maka tokoh antagonis yang dilawan oleh Atletico tentu adalah Real Madrid dan Barcelona, dua poros yang mendominasi selama 10 tahun terakhir.

Sebagai seorang Robin Hood, musuh pertama yang sudah ditaklukkan adalah Sherrif Of Nottingham. Klub yang dulunya diasuh oleh Tata Martino ini pada akhirnya sudah “dimiskinkan” Atletico, karena tanpa gelar La Liga, musim ini jadi musim paceklik gelar bagi Barca. Baca lebih lanjut

[Chelsea 1-3 Atletico Madrid] Cara Simeone Membongkar Parkir Bus Chelsea

Setelah 40 tahun, akhirnya Atletico Madrid melaju ke final kompetisi Eropa. Di hadapan puluhan ribu pendukung musuh di Stamford Bridge, mereka menundukkan Chelsea dengan mencetak tiga gol.

Jika pada leg pertama pertandingan begitu membosankan, Mourinho datang ke pertandingan ini dengan menyiapkan permainan yang sedikit terbuka meski memasang 5 pemain belakang. Wajar saja, karena Chelsea tak mampu mencatatkan gol tandang minggu lalu. Mereka butuh mencetak gol lebih dulu, baru menerapkan sistem bertahan. Baca lebih lanjut

[Ath Madrid 0-0 Chelsea] Mou Memaksa Atletico Lakukan Umpan Silang yang Sia-Sia

Bagaimana jadinya jika dua tim yang selalu identik dengan kekuatan pertahanan dipertemukan? Hasilnya adalah laga yang membosankan.

Strategi menumpuk pemain yang diterapkan Chelsea memang membuat Atletico kebingungan. Bahkan, baru pertama kalinya pada musim ini Atletico Madrid menguasai ball possesion mencapai 69%.

Pada sisi lain, Chelsea pun seolah hanya mengincar seri dan enggan mencetak gol.  Bagaimana mungkin ingin membobol gawang, jika hanya menyerang pada 5 menit pertama dan 5 menit akhir saja. Itu pun dengan serangan yang hanya dilakukan oleh 3 orang pemain: William, Torres, dan Ramires.

Masalah muncul karena lawan yang mereka hadapi adalah Atletico, tim dengan pertahanan terkuat di Eropa. Upaya 10 menit itu tentu sia-sia. Baca lebih lanjut

Diego Simeone: Kapten, Pelatih, dan Legenda

Sebagai seorang pemain yang telah berkelana ke mana-mana, Simeone telah menyicip banyak kesuksesan. Karirnya sebagai pengolah si kulit bundar di lapangan memang selalu memberikan tuah bagi klub yang ia bela.

Di Italia, Simeone mampu memberi gelar bagi Inter Milan dan SS Lazio. Bersama Nerazzuri dia memberikan Piala Uefa, sementara saat mengenakan kostum biru langit Lazio, ia mempersembahkan dobble winners, gelar scudetto dan Coppa Italia pada tahun 2000.

Namun pencapaian terbesarnya terjadi beberapa tahun sebelumnya, yaitu di kota Madrid. Pada pertengahan dekade 90-an, ia menjadikan Atletico menjadi salah satu klub yang begitu ditakuti. Baca lebih lanjut

[Atletico Madrid 4-1 AC Milan] Lini Tengah yang Membuat Il Diavolo Menanggung Malu

Italia menanggung malu. Satu-satunya perwakilan Serie-A di kompetisi UCL musim ini mesti mengangkat koper setelah AC Milan didepak Atletico Madrid pada babak 16 besar.

Kekalahan Milan ini sebenarnya sudah diprediksi banyak orang jika melihat penampilan AC Milan pada dua laga terakhir saat menderita kekalahan dari Juventus dan Udinese. Tampil di Liga Champions pun Milan tampil pincang, dengan lini tengah mereka yang amat rapuh. Hasil akhirnya Atletico Madrid mampu mengandaskan Milan di Vicente Calderon. Tak tanggung-tanggung dengan skor 4-1.

Melawan AC Milan, tim tuan rumah tampil komplit. Hanya ada satu pergantian yaitu pada posisi fullback kiri. Jika di leg pertama Simeone memilih Emilliano Insua, kini dia memilih Fellipe Luis yang sudah pulih dari cedera. Hal ini otomatis membuat Atletico tampil dengan kekuatan penuh dengan formasi andalan 4-4-1-1 yang jadi pola Atletico pada musim ini. Baca lebih lanjut

[AC Milan 0-1 Atletico Madrid] Kegagalan Seedorf Memanfaatkan Kaka

Melawan Atletico Madrid, Seedorf memodifikasi formasi. Sebelumnya, dia sering memakai 4-2-3-1. Namun setelah absennya Ricardo Montolivo akibat akumulasi kartu, Seedorf enggan mengambil resiko.

Saat Montolivo absen, sejatinya Seedorf bisa menempatkan Michael Essien dan Nigel De Jong berduet sebagai poros ganda dalam formasi 4-2-3-1. Namun, setiap hal itu dicoba,  Milan selalu mengalami kekalahan. Diantaranya saat melawan Napoli dan Udinese.

Hal ini menandakan bahwa ucapan Seedorf tentang ia akan memberi tempat kepada Essien tak terwujud. Milan masih amat bergantung pada Montolivo. Dan ketidakhadiran Montolivo pada laga tadi malam jadi salah satu alasan mengapa Milan mengalami kekalahan di kandang sendiri. Baca lebih lanjut

Match Analyisis Final Copa Del Rey Real Madrid – Atletico Madrid

Terakhir kalinya Atletico Madrid memenangkan laga lawan Real Madrid, Jimmi Floyd Hasselblank masih bermain dan jadi pencetak gol kemenangan. Ini terjadi pada 30 Oktober 1999, atau lebih dari 13 tahun yang lalu. Selama 25 pertandingan pada periode waktu ini, tak sekalipun Atletico berhasil berhasil mengangkangi rival sekotanya. Bahkan, dalam 10 pertandingan terakhir, Atletico selalu pulang dengan kepala tertunduk karena kalah.

Namun di kandang El Real, Santiago Bernabeu, dan dihadapan sang Raja Spanyol, semalam Atletico berhasil menundukkan Los Galacticos. Atletico pun berhasil meraih La Decima, atau gelar Copa Del Rey ke-10 untuk mereka. Sedikit ironis. Karena di awal musim, justru Real Madrid lah yang memiliki misi untuk meraih La Decima-nya di Liga Champion. Baca lebih lanjut