[Postmatch Juventus – AS Roma] Taktik Bertahan Garcia yang Bobol Menit-menit Akhir

Bagi AS Roma tak hanya butuh konsistensi semata untuk bisa menjadi kampiun Serie A. Seperti musim lalu, menaklukan sang juara bertahan, Juventus pun akan jadi kunci melihat langkah Roma pada tabel klasemen liga.

Dan lagi-lagi, Si Nyonya Besar adalah momok yang tak mengenakan bagi tim berjuluk Srigala Roma ini. Bertandang ke Juventus Stadium, tadi malam (5/10) Il Lupi terpaksa mendapat kekalahan menyakitkan 3-2. Penentu kemenangan tipis Juve  dicetak oleh Leonardo Bonucci pada menit 86.

Kekalahan ini mau tak mau membuat Roma gagal meraih prestasi seperti di musim lalu, saat mereka meraih 10 kemenangan beruntun. Hasil ini membuat Roma tertinggal 3 poin dari Juventus yang mendapat hasil sempurna selama menjalani 6 giornata.

Jika melihat susunan pemain inti kedua tim di laga ini, jelas ada perbedaan jauh dibandingkan dengan musim lalu. Tak banyak keluar masuk pemain pada bursa transfer membuat pada laga ini, Juve tampil komplit dengan memainkan Andrea Pirlo yang hadir kembali usai mengalami cedera.

Sama seperti pertandingan musim lalu, dengan formasi 3-5-2, Juve hanya minus Andrea Barzagli dan Arturo Vidal saja. Peran dua pemain ini digantikan oleh Martin Caceres dan Claudio Marchisio.

Di kubu tim tamu, Roma yang datangke kota Turin adalah Roma yang berbeda. Hijrahnya pemain-pemain penting khususnya di lini belakang membuat Roma harus beradaptasi kembali membangun lini ini. Banyaknya pemain yang mengalami cedera seperti Federico Balzaretti, Davide Astori, Kevin Strootman dan Morgan De Sanctis memperparah kondisi itu.

Tapi, Nyatanya tak butuh waktu lama bagi Rudi Garcia untuk membenahi kelemahan ini, sebelum kalah 2-3 dari Juventus. AS Roma adalah tim terkuat lini belakang seteleh Juve. Dari lima pertandingan awal mereka baru kebobolan satu gol.

Melawat ke Juventus Arena, Roma tak melakukan banyak rotasi pemain seperti laga-laga biasanya. Hanya saja kecenderungan Juve yang bermain sayap, membuat Garcia memilih Jose Holebas ketimbang Asley Cole pada posisi fullback kiri. Pada lini serang, kembalinya Juan Iturbe pasca cedera membuatnya tampil dari menit-menit awal. Baca lebih lanjut

[AS Roma 2-0 AC Milan] Menang dari Milan dengan Memanfaatkan Rotasi Gelandang

Bertandang ke Stadion Olimpico Roma, AC Milan datang dengan rasa percaya diri yang amat kuat. Pelan tapi pasti pelatih Clarence Seedorf mampu meracik dan memperbaiki skuat Milan. Terbukti, dalam lima laga terakhir serie A, Milan selalu sapu bersih kemenangan 5 kali secara beruntun.

Salah satu faktor kebangkitan Milan ini adalah semakin jarangnya rotasi yang dilakukan Seedorf di lini depan dan lini tangah. Nampaknya pelatih Milan itu telah menemukan formula yang pas bagi lini serang untuk menjalani sisa kompetisi.

Trio Kaka, Adel Taarabt dan Keisuke Honda selalu jadi pilihan Seedorf dalam 3 pertandingan terakhir. Tak lupa, penampilan stabil Balotelli dalam 5 laga terakhir juga ikut berperan atas mengalir derasnya gol-gol milan. Dalam 5 pertandingan terakhir, Milan telah mencetak 11 gol – raihan statistik tertinggi di musim ini. Baca lebih lanjut

[AS Roma 0-0 Lazio] Derby 4-3-3 yang Berakhir Imbang

Melawan AS Roma, pelatih Lazio Eduardo Reja paham betul andaikan Lazio kembali memakai pola 3 bek seperti yang diterapkan pada 4 pertandingan Lazio sebelumnya ia hanya akan jadi bulan-bulanan Roma.

Karenanya di laga tadi malam, Reja merombak total dengan memakai pola yang sama dengan AS Roma yaitu 4-3-3.  Apa yang dilakukan Reja ini tentu berangkat dari keinginan untuk meredam serangan Roma yang kerap menyerang lewat flank. Terlalu riskan jika masih tetap memaksakan pola 3-4-2-1.

Alasan utama Reja melakukan ini karena Lazio memang tak memiliki pemain bertipikal wingback murni, terlebih back three sejajar yang biasa beduet di lini belakang Lazio adalah pemain yang uzur-uzur dan akan kesulitan jika beradu lari dengan striker Roma macam Gervinho atau Florenzi. Meninggalkan pola 3 bek di belakang jadi hal yang tepat bagi Lazio. Baca lebih lanjut

[Juventus 3–0 AS Roma] Saat Conte Memenangi Adu Taktik dari Rudi Garcia

Lewat tiga gol yang dicetak oleh Vidal, Bonucci, dan Vucinic, Juventus menang dari pesaing terdekatnya, AS Roma. Dengan raihan ini, selain memperlebar keunggulan dari Roma menjadi delapan poin, Si Nyonya Tua juga mencatatkan kemenangan kesepuluh beruntunnya semenjak dikalahkan Fiorentina pada 20 Oktober 2013.

Sejatinya grande partita tadi subuh menghasilkan laga ketat dengan intensitas gol yang tak terlalu timpang. Pasalnya kedua tim bermain dalam keadaan komplit. Keduanya pun tampil dengan pemain-pemain dan pola utama sepanjang musim.

Sang Nyonya Tua bermain dengan skuad terbaiknya saat ini, dengan kembalinya Lichsteiner di sayap kanan untuk menambah daya serang Juve. Andrea Pirlo, sang pengatur serangan dari lini tengah, pun membuat daya gedor Juventus semakin optimal. Di lini depan, kendati Mirko Vucinic telah sembuh dari cedera panjang, Antonio Conte tetap memilih Fernando Llorente sebagai pemain utama mendampingi Tevez. Baca lebih lanjut

[Udinese 0-1 AS Roma] Eksperimen Sayap Guidolin menahan Roma yang Pincang

Seolah tak terbendung, invasi AS Roma di serie A kembali menelan korban. Tadi malam, seisi stadion Friulli seolah tak percaya bahwa serigala yang datang pincang, serta nyaris mati di babak pertama, malah mampu bangkit melawan dan membunuh sang tuan rumah di depan pendukungnya sendiri.

Di awal musim, Dewi Fortuna sendiri seolah selalu berpihak kepada Il Luppi. Bagaimanapun juga, kemenangan beruntun dengan hanya kebobolan 1 gol adalah suatu prestasi yang sulit berulang.  Ujian itu datang tadi malam, saat Rudi Garcia diminta publik kota Roma untuk memperpanjang rekor manis tersebut.

Dengan sedikit keberuntungan, ternyata Garcia dapat merealisasikan mimpi tersebut. Kemenangan tipis AS Roma 0-1 ini membuat Il Luppi kian nyaman duduk sebagai capolista sementara serie A. Baca lebih lanjut

DERBY DELLA CAPITALLE : Kebencian Abadi di Kota Yang Abadi.

Secara melankolis seorang Novelis Inggris, Sir Hall Caine, dalam novelnya yang berjudul “The Eternal City” (1901), mengatakan bahwa Kota Roma adalah “sebuah kekaisaran tanpa akhir.” “Keabadian” itulah yang ingin disampaikan Caine. Suatu frasa yang berhubungan dengan keadaan utopis di Roma kala itu. Tak ayal sebutan Eternal City pun kini didaulat sebagai julukan Kota Roma.

Keabadian inilah yang akan hadir dalam laga epik nan heroik di Stadion Olimpico nanti malam. Rivalitas perseteruan abadi Lazio dan Roma akan mencapai titik puncak dalam sejarahnya. Baru pertama kali dalam historis sepakbola italia kedua tim ini harus bentrok di laga final dalam sebuah ajang prestise semacam Coppa Italia. Karenanya tak ada pilihan lain bagi kedua tim: membunuh atau dibunuh. Baca lebih lanjut

[AS Roma 1 vs 1 Lazio] Dominasi Serangan dari Sisi Sayap

Aroma panas selalu tersaji dalam Derby Della Capitale di setiap musimnya. Sebelum laga dimulai bahkan terjadi kericuhan besar-besaran di luar stadion. 6 orang ditikam dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Panas di luar, panas juga di dalam. 34 Foul, 7 kartu kuning, 1 kartu merah terjadi di dalam lapangan.

Sayangnya  AS Roma yang menjadi tuan rumah gagal memanfaatkan keuntungan melawan 10 pemain SS Lazio. Pertandingan pun berakhir dengan skor imbang 1-1. Hasil ini sangat disayangkan karena biasanya kedua tim selalu saling mengalahkan, terakhir kedua tim bermain imbang adalah di musim 2006/2007. Baca lebih lanjut